Jawaban Mengidentifikasi Struktur Novel Sejarah Mangir

Jawaban Mengidentifikasi Struktur Novel Sejarah Mangir – Novel sejarah merupakan genre sastra yang menggabungkan elemen fiksi dengan kejadian sejarah yang nyata. Melalui novel ini, penulis memiliki kesempatan untuk menghidupkan kembali masa lalu, menggali peristiwa penting, dan mengeksplorasi kehidupan tokoh-tokoh bersejarah. Namun, untuk menciptakan sebuah novel sejarah yang kuat dan memikat, seorang penulis perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang struktur cerita yang tepat.

Pada artikel ini akan disajikan informasi tentang Struktur Novel Sejarah Mangir. Materi ini terdapat pada buku Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK KELAS XII Kurikulum Merdeka. Berikut adalah pembahasan soal selengkapnya, simak yuk !

Jawaban Mengidentifikasi Struktur Novel Sejarah Mangir Halaman 51

Mangir

Karya Pramoedya Ananta Toer

Di bawah bulan malam ini, tiada setitik pun awan di langit. Dan bulan telah terbit bersamaan dengan tenggelamnya matari. Dengan cepat ia naik dari kaki langit, mengunjungi segala dan semua yang tersentuh cahayanya. Juga hutan, juga laut, juga hewan dan manusia. Langit jernih, bersih, dan terang. Di atas bumi Jawa lain lagi keadaannya gelisah, resah, seakan-akan manusia tak membutuhkan ketenteraman lagi.

1. Abad Keenam Belas Masehi

Bahkan juga laut Jawa di bawah bulan purnama sidhi itu gelisah. Ombak-ombak besar bergulung-gulung memanjang terputus, menggunung, melandai, mengejajari pesisir pulau Jawa. Setiap puncak ombak dan riak, bahkan juga busanya yang bertebaran seperti serakan mutiara–semua–dikuningi oleh cahaya bulan. Angin meniup tenang. Ombak-ombak makin menggila.

Sebuah kapal peronda pantai meluncur dengan kecepatan tinggi dalam cuaca angin damai itu. Badannya yang panjang langsing, dengan haluan dan buritan meruncing, timbul-tenggelam di antara ombak-ombak purnama yang menggila. Layar kemudi di haluan menggelembung membikin lunas menerjang serong gunung-gunung air itu–serong ke barat laut. Barisan dayung pada dinding kapal berkayuh berirama seperti kaki-kaki pada ular naga. Layarnya yang terbuat dari pilinan kapas dan benang sutra, mengilat seperti emas, kuning dan menyilaukan.

Baca Juga : Jawaban Soal tentang Kutipan Novel Sejarah Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara

Sang Patih berhenti di tengah-tengah pendopo, dekat pada damarsewu, menegur, “Dingin-dingin begini anakanda datang. Pasti ada sesuatu keluarbiasaan. Mendekat sini, anakanda.” Dan Patragading berjalan mendekat dengan lututnya sambil mengangkat sembah, merebahkan diri pada kaki Sang Patih. “Ampuni patik, membangunkan Paduka pada malam buta begini Kabar duka, Paduka. Balatentara Demak di bawah Adipati Kudus memasuki Jepara tanpa diduga-duga, menyalahi aturan perang.”

”Allah Dewa Batara!” sahut Sang Patih. ”Itu bukan aturan raja-raja! Itu aturan brandal!”

”Balatentara Tuban tak sempat dikerahkan, Paduka.”

”Bagaimana Bupati Jepara?”

”Tewas enggan menyerah Paduka,” Patragading mengangkat sembah. ”Sisa balatentara Tuban mundur ke timur kota. Jepara penuh dengan balatentara Demak. Lebih dari tiga ribu orang.”

”Begitulah kata warta,” Pada meneruskan dengan hati-hati matanya tertuju pada Boris. ”Semua bangunan batu di atas wilayah Kota, gapura, arca, pagoda, kuil, candi, akan dibongkar. Setiap batu berukir telah dijatuhi hukum buang ke laut! Tinggal hanya pengumumannya.”

”Disambar petirlah dia!” Boris meraung, seakan batu-batu itu bagian dari dirinya sendiri. ”Dia hendak cekik semua pernahat dan semua dewa di kahyangan. Dikutuk dia oleh Batara Kala!” Tiba-tiba suaranya turun mengibaiba:

”Apa lagi artinya pengabdian? Aku pergi! Jangan dicari. Tak perlu dicari!” Meraung.

Ia lari keluar ruangan, langsung menuju ke pelataran depan. Diangkatnya tangga dan dengannya melangkahi pagar papan kayu. Dari balik pagar orang berseru-seru, ”Lari dari asrama! Lari!”

Baca Juga : Jawaban Mengidentifikasi Isi dan Kebahasaan Surat Lamaran Pekerjaan

Mula-mula pertikaian berkisar pada kelakuan Trenggono yang begitu sampai hati membunuh abangnya sendiri, kemudian diperkuat oleh sikapnya yang polos terhadap peristiwa Pakuan. Mengapa Sultan tak juga menyatakan sikap menentang usaha Portugis yang sudah mulai melakukan perdagangan ke Jawa? Sikap itu semakin ditunggu semakin tak datang. Para musafir yang sudah tak dapat menahan hati lagi telah bermusyawarah dan membentuk utusan untuk menghadap Sultan. Mereka ditolak dengan alasan: apa yang terjadi di Pajajaran tak punya sangkut paut dengan Demak dan musafir.

Jawaban itu mengecewakan para musafir. Bila demikian, mereka menganggap, sudah tak ada perlunya lagi para musafir mengagungkan Demak karena keagungannya memang sudah tak ada lagi. Apa gunanya armada besar peninggalan Unus, yang telah dua tahun disiapkan kalau bukan untuk mengusir Portugis dan dengan demikian terjamin dan melindungi Demak sebagai negeri Islam pertama-tama di Jawa? Masuknya Peranggi ke Jawa berarti ancaman langsung terhadap Islam. Kalau Trenggono tetap tak punya sikap, jelas dia tak punya sesuatu urusan dengan Islam.

Orang menarik kesimpulan dari perkembangan terakhir: antara anak dan ibu takkan ada perdamaian lagi. Dan pertanyaan kemudian yang timbul: Adakah Sultan akan mengambil tindakan terhadap ibunya sendiri sebagaimana ia telah melakukannya terhadap abang-kandungnya.

Pangeran Seda Lepen? Orang menunggu dan menunggu dengan perasaan prihatin terhadap keselamatan wanita tua itu. Sultan Trenggono tak mengambil sesuatu tindakan terhadap ibunya. Ia makin keranjingan membangun pasukan daratnya. Hampir setiap hari orang dapat melihat ia berada di tengah-tengah pasukan kuda kebanggaannya, baik dalam latihan, sodor, maupun ketangkasan berpacu samba memainkan pedang menghajar boneka yang digantungkan pada sepotong kayu. Ia sendiri ikut dalam latihan-latihan ini.

Dan dalam salah satu kesempatan semacam ini pernah ia berkata secara terbuka, ”Tak ada yang lebih ampuh daripada pasukan kuda. Lihat, kawula kami semua!” Dan para perwira pasukan kuda pada berdatangan dan merubungnya, semua di atas kuda masing-masing.

Baca Juga : Jawaban Menyimpulkan Sistematika dan Isi Surat Lamaran

”Pada suatu kali, kaki kuda Demak akan mengepulkan debu di seluruh bumi Jawa. Bila debunya jatuh kembali ke bumi, ingat-ingat para kawula, akan kalian lihat, takkan ada satu tapak kaki orang Peranggi pun tampak. Juga tapaktapaknya di Blambangan dan Pajajaran akan musnah lenyap tertutup oleh debu kuda kalian.” Seluruh Tuban kembali dalam ketenangan dan kedamaian–kota dan pedalaman. Sang Patih Tuban mendiang telah digantikan oleh Kala Cuwil, pemimpin pasukan gajah. Nama barunya: Wirabumi. Panggilannya yang lengkap: Gusti Patih Tuban Kala Cuwil Sang Wirabumi. Dan sebagai patih ia masih tetap memimpin pasukan gajah, maka Kala Cuwil tak juga terhapus dalam sebutan. Pasar kota dan pasar bandar ramai kembali seperti sediakala.

Lalu lintas laut, kecuali dengan Atas Angin, pulih kembali. Sang Adipati telah menjatuhkan titah: kapal-kapal Tuban mendapat perkenan untuk berlabuh dan berdagang di Malaka ataupun Pasai.

Bardasarkan kutipan novel di atas, lakukan kegiatan pengidentifikasian cerita ke dalam tabel di bawah ini.

Jawaban Mengidentifikasi Struktur Novel Sejarah Mangir

Baca Juga : Jawaban Mengidentifikasi Sistematika dan Isi Surat Lamaran

Jawaban :

Kutipan Struktur Keterangan
Di bawah bulan malam ini, tiada setitik pun awan di langit. Dan bulan telah terbit bersamaan dengan tenggelamnya matari. Dengan cepat ia naik dari kaki langit, mengunjungi segala dan semua yang tersentuh cahayanya. Juga hutan, juga laut, juga hewan dan manusia. Langit jernih, bersih, dan terang. Di atas bumi Jawa lain lagi keadaannya gelisah, resah, seakan-akan manusia tak membutuhkan ketenteraman lagi. Orientasi Pada bagian ini penulis menyajikan informasi tentang latar dan tokoh dalam cerita.
Sang Patih berhenti di tengah-tengah pendopo, dekat pada damarsewu, menegur, “Dingin-dingin begini anakanda datang. Pasti ada sesuatu keluarbiasaan. Mendekat sini, anakanda.” Dan Patragading berjalan mendekat dengan lututnya sambil mengangkat sembah, merebahkan diri pada kaki Sang Patih. “Ampuni patik, membangunkan Paduka pada malam buta begini Kabar duka, Paduka. Balatentara Demak di bawah Adipati Kudus memasuki Jepara tanpa diduga-duga, menyalahi aturan perang.” Pengungkapan peristiwa Pada bagian ini penulis menyajikan informasi tentang beberapa peristiwa yang terdapat pada cerita.
”Bagaimana Bupati Jepara?”

”Tewas enggan menyerah Paduka,” Patragading mengangkat sembah. ”Sisa balatentara Tuban mundur ke timur kota. Jepara penuh dengan balatentara Demak. Lebih dari tiga ribu orang.”

Konflik Pada bagian ini penulis menyajikan informasi tentang konflik yang terjadi pada tokoh dalam cerita.
Seluruh Tuban kembali dalam ketenangan dan kedamaian–kota dan pedalaman. Sang Patih Tuban mendiang telah digantikan oleh Kala Cuwil, pemimpin pasukan gajah. Nama barunya: Wirabumi. Panggilannya yang lengkap: Gusti Patih Tuban Kala Cuwil Sang Wirabumi. Dan sebagai patih ia masih tetap memimpin pasukan gajah, maka Kala Cuwil tak juga terhapus dalam sebutan. Pasar kota dan pasar bandar ramai kembali seperti sediakala. Resolusi Pada bagian ini penulis menyajikan informasi tentang solusi atas konflik yang terjadi dalam cerita.

Baca Juga : Jawaban Membandingkan Unsur Kebahasaan Surat Lamaran Pekerjaan

Kesimpulan

Itulah pembahasan soal yang dapat disajikan tentang jawaban mengidentifikasi struktur novel sejarah Mangir yang terdapat pada buku Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK KELAS XII Kurikulum Merdeka. Semoga dengan penyajian jawaban ini dapat bermanfaat dan membantu kalian dalam belajar. Selamat belajar !

Disclaimer : Pembahasan mengenai jawaban di atas merupakan panduan yang dapat digunakan dalam belajar, bukan jawaban yang mutlak akan tetapi bersifat terbuka dan masih dapat dikembangkan.

Tinggalkan komentar