Jawaban Soal tentang Kutipan Novel Sejarah Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara

Jawaban Soal tentang Kutipan Novel Sejarah Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara – Ketika mendengarkan pembacaan kutipan novel, tentulah terdapat bagian-bagian yang menarik. Kemenarikan itu dapat berupa waktu, tempat, tokoh yang mungkin bagi sebagian orang tidak asing.

Untuk mengukur kemampuan pemahaman kalian lakukanlah Analisa terhadap kutipan novel yang berjudul Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara. Materi ini terdapat pada buku Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK KELAS XII Kurikulum Merdeka. Berikut adalah pembahasan soal selengkapnya, simak yuk !

Jawaban Soal tentang Kutipan Novel Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara Halaman 42

Tugas

Petunjuk: Bacalah kutipan teks novel sejarah Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara berikut ini. Kemudian kerjakan, tugas-tugas yang menyertainya.

Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara

Cerita macam itu berkembang ke arah salah kaprah. Entah siapakah yang bercerita, kabut tebal itu memang disengaja oleh para dewa di kayangan agar wajah cantik para bidadari yang turun dari kayangan melalui Pelangi jangan sampai dipergoki manusia. Para bidadari itu turun untuk memberikan penghormatan kepada satu-satunya wanita di dunia yang terpilih sebagai sang Ardhanareswari, yang berarti wanita utama yang menurunkan raja-raja besar di tanah Jawa ini. Maklum sebagai sang Ardhanareswari, Ken Dedes adalah titisan dari Pradnya Paramita, dewi ilmu pengetahuan. Apa benar kabut tebal itu turun karena para bidadari turun dari langit? Gajah Mada tidak bisa menyembunyikan senyumnya dari kenangan kakek tua, yang menuturkan cerita itu dan mengaku memergoki para bidadari itu, lalu mengambil salah seorang di antara mereka menjadi istrinya. Gajah Mada ingat, anak kakek tua itu perempuan semua dan jelek semua, sama sekali tidak ada pertanda titisan bidadari.

Baca Juga : Jawaban Mengidentifikasi Isi dan Kebahasaan Surat Lamaran Pekerjaan

”Mirip cerita Jaka Tarub saja,” gumam Gajah Mada sekali lagi untuk dirisendiri. ”Lagi pula, setahuku tidak pernah ada pelangi di malam hari. Pelangi itu munculnya selalu siang dan ketika sedang turun hujan.”

Lebih jauh soal kabut tebal pula, konon ketika Calon Arang, si perempuan penyihir dari Ghirah marah dan menebar tenung, kabut amat tebal membawa penyakit turun tak hanya di wilayah tertentu. Namun, merata di seluruh negara, menyebabkan Prabu Airlangga dan Patih Narottama kebingungan dan terpaksa minta bantuan kepada Empu Barada untuk meredam sepak terjang wanita menakutkan itu. Empu Barada benar-benar sakti. Empu itu menebas pelepah daun keluwih yang melayang terbang ketika dibacakan japa mantra.

Beralaskan pelepah daun itulah Empu Barada terbang membubung ke langit dan memperhatikan seberapa luas kabut pembawa tenung dan penyakit.

Empu Barada melihat, ampak-ampak pedhut itu memang sangat luas dan menelan luas negara dari ujung ke ujung. Untunglah cahaya Hyang Bagaskara yang datang di pagi harinya mampu mengusir kabut itu menjauh tanpa tersisa jejaknya sedikit pun.

”Hanya sebuah dongeng,” gumam Gajah Mada untuk diri sendiri. Kabut tebal itu memang mengurangi jarak pandang dan mengganggu siapa pun untuk mengetahui keadaan di sekitarnya. Ketika sebelumnya siapa pun tak sempat memikirkan, itulah saatnya siapa pun mendadak merasakan bagaimana menjadi orang buta yang tidak bisa melihat apa-apa. Pada wilayah yang kabutnya benar-benar tebal, untuk mengenali benda-benda di sekitarnya harus dengan meraba-raba.

Akan tetapi, tidak demikian dengan anjing yang menggonggong sahutsahutan ramai sekali. Apa yang dilakukan anjing itu laporannya akhirnya sampai ke telinga Gajah Mada. Gajah Enggon yang meminta izin untuk bertemu segera melepas warastra, sanderan dengan ciri-ciri khusus yang dibalas Gajah Mada dengan anak panah yang sama melalui isyarat khusus pula. Dari jawaban anak panah itu Gajah Enggon dan Gagak Bongol mengetahui di mana Gajah Mada berada. Gagak Bongol dan Enggon segera melaporkan temuannya.

Baca Juga : Jawaban Menyimpulkan Sistematika dan Isi Surat Lamaran

“Ditemukan mayat lagi, Kakang Gajah,” Gajah Enggon melaporkan. Gajah Mada memandangi wajah samar-samar di depannya. ”Mayat siapa?”

“Prajurit bernama Klabang Gendis mati dengan anak panah menancap tepat di tenggorokannya. Tak ada jejak perkelahian apa pun, sasaran menjadi korban tanpa menyadari arah bidikan anak panah tertuju kepadanya.”

Gajah Mada merasa tak nyaman memperoleh laporan itu. Orang yang mampu melepas anak panah dengan sasaran sulit pastilah orang yang sangat menguasai sifat gendewa dan anak panahnya. Orang yang mampu melakukan hal khusus macam itu amat terbatas dan umumnya ada di barisan pasukan Bhayangkara. Adakah prajurit Bhayangkara yang terlibat?

”Dan kami temukan mayat kedua,” Gagak Bongol menambahkan.

”Pelaku pembunuhan menggunakan anak panah itu mati dipatuk ular.

Mayatnya dicabik-cabik beberapa ekor anjing. Pembunuh yang terbunuh ini, menyisakan jejak rasa kecewa di hati kita, Kakang. Aku tahu, Kakang Gajah pasti kecewa mengetahui siapa dia?”

Gajah Mada menengadah memandang langit. Namun, tak ada apa pun yang tampak kecuali warna pedhut yang makin menghitam legam.

”Bhayangkara?”

”Ya,” jawab Gagak Bongol. ”Siapa?” lanjut Gajah Mada.

Gagak Bongol dan Senopati Gajah Enggon tidak segera menjawab dan memberikan kesempatan kepada Patih Daha Gajah Mada untuk menemukan sendiri jawabnya. Nama pembunuh yang mati dipatuk ular itu tentu berada di barisan yang tersisa dari nama-nama prajurit Bhayangkara yang pernah dipimpinnya. Nama-nama itu adalah Bhayangkara Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Kartika Sinumping, Jayabaya, Pradhabasu, Lembang Laut, Riung Samudra, Gajah Geneng, Gajah Enggon, Macan Liwung, dan Gagak Bongol.

Baca Juga : Jawaban Mengidentifikasi Sistematika dan Isi Surat Lamaran

Panji Saprang yang berkhianat dan menjadi kaki tangan Rakrian Kuti mati dibunuh Gajah Mada di terowongan bawah tanah ketika pontang-panting menyelamatkan Sri Jayanegara. Bhayangkara Risang Panjer Lawang gugur di Mojoagung, dibunuh dengan cara licik oleh pengkhianat kaki tangan Ra Kuti. Selanjutnya, Mahisa Kingkin terbunuh oleh Gagak Bongol sebagai korban fitnah di Hangawiyat. Terakhir, Singa Parepen atau Bango Lumayang yang berkhianat mati dibunuhnya di Bedander ketika kamanungsan sebagai pengkhianat.

Setelah membaca kutipan novel tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1. Kapankah latar waktu cerita dalam kutipan novel sejarah di atas dibuat?

2. Di manakah latar dalam kutipan novel sejarah tersebut dibuat?

3. Peristiwa apa sajakah yang dikisahkan?

4. Siapa sajakah tokoh yang terlibat dalam penceritaan?

5. Di bagian apa sajakah yang menandakan bahwa novel tersebut tergolong ke dalam novel sejarah?

Jawaban :

1. Latar waktu cerita dalam kutipan novel sejarah pada masa kerajaan Majapahit.

2. Latar dalam kutipan novel sejarah dibuat pada kerajaan Majapahit.

3. Peristiwa yang dikisahkan adalah pemberontakan yang terjadi pada kerajaan Majapahit selepas Raja Jayanegara Mangkat. Akan tetapi, pada akhirnya pemberontakan tersebut dapat dihentikan oleh pasukan Bhayangkara yang dipimpin oleh Gajah Mada.

4. Tokoh yang terlibat dalam penceritaan adalah Gajah Mada, Pasukan Bhayangkara, Ra Kuti, Raja Jayanegara

5. Bagian yang menandakan novel tersebut tergolong ke dalam novel sejarah adalah pada bagian latar cerita dan tokoh cerita.

Baca Juga : Jawaban Membandingkan Unsur Kebahasaan Surat Lamaran Pekerjaan

Kesimpulan

Itulah pembahasan soal yang dapat disajikan tentang jawaban soal tentang kutipan novel sejarah Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara yang terdapat pada buku Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK KELAS XII Kurikulum Merdeka. Semoga dengan penyajian jawaban ini dapat bermanfaat dan membantu kalian dalam belajar. Selamat belajar !

Disclaimer : Pembahasan mengenai jawaban di atas merupakan panduan yang dapat digunakan dalam belajar, bukan jawaban yang mutlak akan tetapi bersifat terbuka dan masih dapat dikembangkan.

Tinggalkan komentar